Selasa, 13 November 2012

Takjub Dengan Luasnya Summer Palace Beijing

Ada ungkapan, “Bergurulah sampai ke Cina”. Awalnya, saya tidak mengerti apa maksudnya. Tetapi, akhirnya saya mengerti setelah berkunjung ke “TKP” langsung. Terutama, Beijing. Sejak menit saya menginjakkan kaki di bandara internasional Capital, mulut saya tidak henti-hentinya menganga. Terkadang, saya berkali-kali memegang tangan teman perjalanan saya untuk membuktikan saya memang berada di kota yang super luas dan menakjubkan.
Summer Palace dari kejauhan. (Syanne Susita)
Ada beberapa tempat yang membuat saya begitu mengagumi Beijing. Salah satunya adalah Summer Palace yang terletak di daerah Haidian, sebelah barat laut kota Beijing. Agak jauh memang. Sekitar 40 menit dengan taksi, termasuk macet. Namun, setelah melihat pemandangan di tempat itu, perjalanan jauh itu pun seperti terbayar. Biaya taksi sekitar 100 yuan (Rp 150 ribu) memang agak mahal tapi menghemat waktu. Sebenarnya banyak pilihan bus dan naik kereta bawah tanah yang jelas jauh lebih murah.
Summer Palace. (Syanne Susita)
Begitu memasuki pintu masuk, Danau Kunming yang luas sukses membuat perut mulas. Di sebelah kiri, terdapat jembatan panjang dengan 17 lekukan (Shiqi Kong Qiao) yang menjadi penyambung dari pulau buatan yang diberi nama Nanhu Dao. Di pulau seluas 2,2 kilometer persegi ini terdapat Hall of Embracing Universe.
Danau Kunming. (Syanne Susita)
Namun, perhatian saya lebih tertuju ke sebelah kanan danau, yakni Wangshou Shan/Longevity Hill. Dari jauh terlihat menara Tower of Buddha’s Fragrance. Untuk mencapai menara ini dari pintu gerbang depan cukup jauh, sekitar satu kilometer sendiri. Untung, pemandangan saat menyusuri pinggir danau sangat menakjubkan.
Wangshou Shan. (Syanne Susita)
Berhubung saya ke sana di akhir musim dingin, danau Kunming pun membeku. Terus terang, melihat danau beku merupakan pengalaman pertama sehingga saya pun takjub berat. Di tengah-tengah danau, terlihat ada beberapa cowok yang asyik berseluncur es — walau di pinggir danau jelas-jelas ada larangan tidak boleh menginjak es.

Summer Palace dulunya merupakan tempat tinggal raja selama musim panas. Istana ini sebenarnya istana musim panas keduanya. Yang lama, masih di distrik yang sama, sudah tinggal reruntuhan. Sebagai tempat menikmati musim panas, tidak heran jika hampir semua paviliun yang diciptakan di sekitar danau sangat menarik.

Salah satunya adalah paviliun Zhichun Ting (Heralding Spring Pavilion). Dengan jembatan dan pilar-pilar warna merah, pavilion dengan atap kerucut bertingkat khas Cina, tempat ini memang enak sekali buat tempat “ngadem” alias berteduh, menikmati semilir angin sejuk menjelang musim dingin. Di sebelah paviliun, terdapat menara Wenchang yang pintu gerbangnya lagi-lagi membuat saya takjub. Dengan tanah yang luas, Cina memang kalau membuat sesuatu selalu dalam skala besar dan luas. Apalagi, tempat ini dibuat sebagai tempat peristirahatan sang raja.
Zhichun Ting. (Syanne Susita)
Berhubung waktu yang agak terbatas, saya tidak masuk ke menara Wenchang. Tujuan utama saya adalah menara 36 meter Foxiang Ge yang berada ditengah bukit. Saat mendekati bukit, kebesaran budaya negara yang sering disebut Tiongkok semakin terasa. Tidak hanya dari pintu gerbang, aula, kuil, arca/patung, koridor sampai penataan taman.

Jejeran cemara di koridor panjang menuju menara menambah keindahaan. Ukiran di langit-langit di setiap aula yang saya dilewati juga menakjubkan. Bagaimana mereka bisa menempelkan ukiran begitu detail dan bisa bertahan begitu lama juga membuat decak kagum saya tidak berhenti. Begitu tiba di atas menara, melihat danau yang begitu luas dan beku dengan pohon di pinggir danau yang beranting kering juga menjadi satu pemandangan yang hanya bisa dinikmati di Summer Palace.
Jejeran cemara menuju menara. (Syanne Susita)
Bangunan menarik lainnya adalah satunya adalah perahu marmer Qingyang Fan (Clear and Peaceful Boat). Bagaimana perahu marmer sepanjang 36 meter itu bisa dibawa di pinggir danau juga membuat saya mengerti mengapa UNESCO memasukkan tempat ini dalam daftar warisan dunia. Istana musim panas ini bisa dibilang merupakan perpaduan dari kecerdasan manusia dalam berkreasi namun tetap berharmoni dengan alam.
Perahu marmer Qingyang Fan. (Syanne Susita)
Soal harmoni alam di istana ini bisa dilihat dari tata taman luas yang ada di sekitar istana. Sukses membuat saya sangat betah berlama-lama saking indahnya. Saya lupa kalau saya sedang berada di luar ruangan dengan suhu di bawah 20 derajat, suhu yang jelas bukan suhu yang badan saya biasa alami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar